Greenhouse effect
From Wikipedia, the free encyclopedia
The greenhouse effect refers to the change in the thermal equilibrium temperature of a planet or moon by the presence of an atmosphere containing gas that absorbs and emits infrared radiation.[1] Greenhouse gases, which include water vapor, carbon dioxide and methane, warm the atmosphere by efficiently absorbing thermal infrared radiation emitted by the Earth’s surface, by the atmosphere itself, and by clouds. As a result of its warmth, the atmosphere also radiates thermal infrared in all directions, including downward to the Earth’s surface. Thus, greenhouse gases trap heat within the surface-troposphere system.[2][3][4][5] This mechanism is fundamentally different from the mechanism of an actual greenhouse, which instead isolates air inside the structure so that heat is not lost by convection and conduction, as discussed below. The greenhouse effect was discovered by Joseph Fourier in 1824, first reliably experimented on by John Tyndall in the year 1858 and first reported quantitatively by Svante Arrhenius in his 1896 paper.[6]
In the absence of the greenhouse effect and an atmosphere, the Earth's average surface temperature[7] of 14 °C (57 °F) could be as low as −18 °C (−0.4 °F), the black body temperature of the Earth.[8][9][10]
Anthropogenic global warming (AGW), a recent warming of the Earth's lower atmosphere as evidenced by the global mean temperature anomaly trend [11], is believed to be the result of an "enhanced greenhouse effect" mainly due to human-produced increased concentrations of greenhouse gases in the atmosphere[12] and changes in the use of land[13].
The greenhouse effect is one of several factors which affect the temperature of the Earth. Other positive and negative feedbacks dampen or amplify the greenhouse effect.
In our solar system,
Mars,
Venus, and the moon
Titan also exhibit greenhouse effects according to their respective environments. In addition, Titan has an
anti-greenhouse effect and
Pluto exhibits behavior similar to the anti-greenhouse effect
Menggagas Kesadaran Diri
(Salah Satu Proses Menanggulangi Global Warming)
Oleh; W. Choerul CaAhyadi feat Angga Prasetya Ramadhan*
Global warming atau dalam bahasa Indonesianya adalah pemanasan global. Isu pemanasan global begitu hangat mencuat, seakan-akan menggeser isu-isu lainnya semisal HAM, teroris dan isu-isu kemanusian yang lainnya. Memang tidak dapat dipungkiri isu ini melaju pesat hingga ke desa-desa, khususnya negara Indonesia. Bahkan anak sekolah dasar juga fasih mengucapkan istilah global warming dan pertemuan-pertemuan dalam lingkup Rt/Rw jua latah dalam arus yang sama (global warming).
Apa itu global warming? Setidaknya kata itu dapat diartikan sebagai kejadian naiknya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi (
www.wikipedia.org). Akibat dari pemanasan global adalah berdampak pada mencairnya es yang berada di kutub, dan ketika ini terjadi maka air laut akan melimpah ruah, yang pada akhirnya mampu meneggelamkan bumi ini. Begitu dahsyatnya dampak yang akan terjadi.
Pertemuan di Bali yang membahas tentang konferensi perubahan iklim sudah rampung dilangsungkan, tapi apa yang dihasilkan (diputuskan)? Kekuatan politik dan ekonomi masih mewarnai konferensi tersebut. Negara-negara produsen rumah kaca (negara-negara maju, (G8)) bersikukuh dengan asumsi bahwa pemanasan global tidak seutuhnya dihasilkan dari efek rumah kaca. Keselamatan manusia semakin terancam. Belum selesainya isu-isu teroris yang masih membekas, kini giliran saudara muda isu (global warming) muncul menakutkan kehidupan manusia di dunia.
Gejala apa gerangan dunia ini? Benarkah global warming adalah hal yang pasti mengancam kehidupan manusia ataukah sekedar ”lipat isu” belaka. Entahlah. Akan tetapi isu ini sudah akut dibahas oleh berbagai kalangan. Tentu, dapat menjadi bahan diskusi panjang di warung kopi dan jalan-jalan.
Penulis sendiri dipaksa untuk percaya dengan adanya isu global warming ini, hegemoni isu ini memang kuat, karena dampak yang mengancam habitat manusia memang mengerikan, ini yang menjadi titik krusial, kenapa dan mengapa global warming di-isukan. Sejurus dengan itu, perlu adanya injeksi kesadaran dari semua unsur yang ada. Kesadaran menjadi kunci pokok untuk melakukan berbagai hal yang lebih baik tentunya. Dewasa ini, seakan-akan kita tidak memiliki kesadaran akan akibat dan dampak membalak hutan, membuang sampah sembarangan, eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, penambangan liar, serta banyak lagi perilaku jahanam yang setiap saat dapat dilakukan oleh manusia.
Kesadaran diri akan kerugian kolektif haruslah dipahami dari pada keuntungan materi secara personal akibat hal-hal yang menyimpang. Tentunya, kembali kepada individu masing-masing, karena kesadaran memang berawal dari dalam diri setiap manusia. Isu global warming tetap berlanjut dan mencengkram degup jantung manusia, manusia tak pernah aman hidup di dunia ini. Manusia semakin dikejar-kejar oleh ancaman, hidup semakin tidak berarti walau kecanggihan terus membahana. Tentunya, kecanggihan itu sendiri yang akan mengancam kehidupan massal manusia.
Hal terpenting adalah, sadar diri dan sadar posisi! Inilah salah satu prinsip dasar yang patut ditanam bagi setiap manusia. Kesadaran akan bahaya membalak hutan, kesadaran akan membuang sampah sembarangan, kesadaran akan penambangan liar yang akan berakibat buruk. Maka satu kata yaitu hentikan dan jangan teruskan!
Apakah kita akan menikmati keindahan dunia kisaran waktu 100 tahun kedepan? atau 1000 tahun kedepan?, sadarkah kita saat ini, bahwa apa yang kita lakukan telah merugikan banyak pihak, sadarkah kita saat ini apa yang kita perbuat hanya menguntungkan untuk diri kita, sadarkah kita saat ini bahwa banyak ketimpangan yang terjadi, sadarkah kita, sadarkah kita, sadarkah kita......???
Apapun bentuk solusi yang ditawarkan untuk melakukan penanggulangan global warming jika tidak dilandasi dengan kesadaran pribadi dan kemudian menuju kesadaran kolektif, maka hanyalah isapan jempol belaka. Undang-undang HAM telah terbentuk namun masih banyak pelangggaran HAM. Pelanggaran-pelanggaran produk hukum masih sering kita temukan, ini tentu berawal dari ketidaksadaran akan produk peraturan yang dihasilkan. Menjadi mubah apa yang dirumuskan.
Sekali lagi perlu kita hembuskan isu kesadaran untuk melakukan pembenahan dalam berbagai dimensi yang ada. Geser isu global warming ini dengan isu kesadaran posisi dan kesadaran diri sambil terus berlalu melakukan pembenahan. Pembenahan infrastruktur, pembenahan sosial, pembenahan budaya, pembenahan ekonomi dan sebagainya. Salah satunya isu global warming ini, dan ketika kita sudah memiliki kesadaran yang total, setidaknya global warming akan mengucapkan salam perpisahan bagi umat manusia untuk waktu yang lama. Sadarlah wahai manusia bahwa kerusakan di bumi dan di laut adalah ulah manusia semata (terjemah bebas dari salah satu ayat Al-Quran).